Pendidikan menuntun untuk menjadi baik dan betambah baik agar tercapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu ataupun sebagai anggota masyarakat adalah salah satu pemikiran Ki Hajar Dewantara yang telah disampaikan. Di masa Pandemi Covid-19 pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka terbatas yang sebelumnya dengan belajar dari rumah (BDR) atau Pembelajaran Jarak jauh (PJJ). Penerapan protokol kesehatan pada pembelajaran tatap muka terbatas untuk memutus mata rantai penularan-19. Peran manager dalam menyelesaikan permasalahan yang ditemui di sekolah sangatlah diharapkan. Tercerminnya profil pelajar Pancasila pada keseharian pelajar Indonesia menjadi tujuan dalam menumbuhkan budaya positif.
Minggu, 14 November 2021
Selasa, 26 Februari 2013
Nasridin
Suatu hari Nasridin berjalan di dekat sebuah kebun buah yang sangat lebat buahnya, walau kebun itu dipagar tinggi buah-buahnya tetap terlihat karena pohon-pohon buah yang menjulang tinggi. Nasridin sangat tertarik dengan buah-buah di kebun itu. Diapun memanjat pagar tinggi kebun buah itu dan sesampainya di dalam kebun segera memanjat salah satu pohon yang berbuah lebat walau cukup tinggi, tanganya segera memetik dan memasukkan ke dalam tas.
Tak berapa lama kemudian saat Nasridin tengah asik di atas terdengar suara menyeru dari bawah "Hai apa yang sedang kamu lakukan di atas? kamu mencuri buah di kebunku". Ternyata itu suara pemilik kebun yang memergoki Nasridin, dari atas Nasridin menjawab: "Tidak tadi ada angin ribut yang sangat kencan dan menghempaskan aku sampai di atas pohon ini"
Pemilik kebun itu tidak percaya "aku tidak percaya pasti kamu sedang mencuri, lalu mengapa di tanganmu terdapat buah-buah?" ungkapnya. Narsudinpun menjawab: "aku tidak memetiknya saat terbawa angin aku berusaha memegang apa saja yang bisaku pegang". Pemilik kebunpun bertanya lagi: '"Terus mengapa buah-buah itu ada di tasmu?" dan jawaban Nasridin: " Itulah yang sedang aku pikirkan saat ini, mengapa buah-buah berada di tasku".
Minggu, 20 Januari 2013
Tuan Masak dan Tuan Mentah
Kisah ini diawali dengan rencana sebuah keluarga untuk berkunjung kesuatu tempat. Perjalanan yang cukup jauh itu terdiri seorang ayah dan dua orang menantunya. Setelah perlengkapan sudah siap dan berpamitan merakapun berangklat. Dengan menggunakan perahu merakapun memulai perjalanan menelusuri sungai di sinilah kisah ini dimulai.
Sang ayah melihat sekelompok burung besar yang berenang mengapung di tepi sungai, sang ayahpun bertanya "wahai Tuan Masak menantuku kenapa burung-burung itu bisa mengapung dan tidak tenggelam di air?" Tuan Masakpun menjawab " Ayah burung-burung itu memiliki bulu yang tebal sehingga tidak tenggelam dan tetap terapung". Sang ayah kemudian menoleh kepada menantu yang satunya dan bertanya "kalau menurutmu Tuan Mentah?" Tuan Mentah menjawab dengan tenang " itu biasa saja ayah".
Perahupun terus melaju sampai di daerah yang banyak ditumbuhi pohon bambu sang ayah memperhatikan rimbunya pohon bambu yang tumbuh di tepi sungai dan bertanya "Kenapa pohon bambu itu yang tubuh di bagian dalam tampak hijau sedangkan yang tumbuh di bagian luar tampak merah?" Tuan Masak menjawab " Bambu itu tumbuh di dalam tidak terkena sinar matahari langsung sehingga tampak Hijau sedangkan yang di luar terkena sinar matahari langsung sehingga berwarna merah". "Bagaimana menurutmu Tuan Mentah?" tanya sang ayah selanjutnya, Tuan Mentahpun menjawab "itu biasa-biasa saja".
Perjalanan mereka kemudian berpapasan dengan serombongan angsa yang mengeluarkan suara khasnya yang sangat nyaring sang ayah kemudian menanyakan hal tersebut. "Kenapa angsa itu mempunyai suara yang sangat nyaring?" tanya sang ayah, Tuan Masak mejawab "angsa mempunyai leher yang panjang sehingga dengan kerongkongannya dapat bersuara nyaring". Pertanyaan juga diajukan kepada Tuan Mentah dan jawabannya " itu biasa-biasa saja".
Setelah menyusuri sungai yang berkelok-kelok dan jarak yang cukup jauh perjalanpun sampai tujuan, sebuah tempat dengan banyak pedagang. Berbagai barang disana tersedia. Mereka menemui beberapa pedagang untuk menjual dan membeli, setelah beberapa transaksi dan istirahat dirasa cukup kemudian bergegas untuk pulang. Dalam perjalanan pulang tidak banyak yang mereka bicarakan hanya tentang barang-barang yang mereka bawa sang ayahpun tidak banyak bertanya.
Setibanya di rumah mereka disambut oleh sang ibu dan kedua putrinya, sang ayahpun menyampaikan tentang kedua menatunya kepada sang ibu bahwa Tuan Masak berilmu tinggi dan lain halnya dengan Tuan Mentah.
Saat makan malam hal itu ditanyakan sang ibu kepada Tuan Mentah mengapa diperjalan bila ditanya sang ayah jawabannya selalu sama "biasa-biasa saja"
Tuan mentah kemudian menyampaikan apa yang di tanyakan sang ayah, yang pertama mengenai burung yang terapung di air. " Saya katakan bahwa itu biasa saja kerna memang biasa" kata Tuan Mentah, "buah kelapa tidak punya bulu tebal juga terapung di air". Selanjutnya mengenai pohon bambu yang merah di bagian dalam luar dan hijau di bagian dalam, Tuan Mentah menyampaikan bahwa itu juga biasa saja karena memang biasa. "Bagaimana dengan buah semangka di bagian dalam merah dan di luarnya yang hijau, padahal yang terkena sinar matahari bagian luar".
Burung yang bersuara nyaring biasa saja juga disampaikan Tuan Mentah, "perhatikan suara katak, walau berleher pendek suaranya juga nyaring" jelasnya. Sang ayahpun tersenyum dan berkata "ternyata kedua menantu kita sama-sama berilmu dan pandai". Mereka hidup rukun, tentram dan damai.
Label:
Budi Pekerti,
Hikmah,
Ilmu,
Kisah,
Tuan Masak,
Tuan Mentah
Sabtu, 18 Agustus 2012
Santun Mengharumkan
Menjaga Kesucian
Pada
dinasti Thang, hiduplah seorang perdana mentri yang bernama Ti Liang Kung
dengan gelar Jen Cie. Dia memiliki tinggi badan delapan kaki dan berwawasan
luas.
Semasa
mudanya, dia amat tampan, dan suatu kali ketika dia mengikuti ujian negara, dia
menginap di suatu penginapan.
Pada
saat tengah malam, datanglah seorang janda muda ke dalam kamarnya. Janda muda
itu adalah menantu pemilik penginapan yang baru saja ditinggal mati suaminya.
Karena
melihat Jen Cie yang amat tampan, maka tergerak hatinya, lalu dengan alasan
ingin meminjam api, dia memasuki kamar Jen Cie dengan maksud untuk
berselingkuh.
Nyatanya,
sedikitpun Jen Cie tak tergoyahkan hatinya. Malah dengan tenang berkata
padanya, “Begitu melihat dirimu, aku menjadi ingat kata-kata seorang biksu
tua”.
Janda
muda itu tak mengerti kata-katanya, lalu meminta penjelasan.
Jen
Cie menjelaskan, “Dulu saya pernah belajar di suatu vihara dan biksu tua disana
pernah berkata kepada saya, [Tuan kelak anda pasti akan menjadi orang yang
sukses, namun anda haruslah berhati-hati, jangan haus akan sex dan melakukan
perzinahan], saya lalu berkata, [Siapa yang tidak tertarik dengan wanita yang
cantik, bagaimana mengendalikan nafsu keinginan ini?], lalu biksu tua itupun
menjelaskan kepadaku, [Mengendalikan nafsu ini sebenarnya tidak sulit, dalam
hatimu dapat timbul nafsu birahi itu karena kamu menyukai kecantikannya.
Apabila wanita cantik itu kamu ibaratkan seekor siluman rubah, ular beracun
atau setan dedemit, wajahnya kamu anggap sebagai wajah orang yang
berpenyakitan, pucat dan kurus atau seperti wajah setan, lalu anggaplah
dandanan wajahnya seperti dandanan sebuah mayat, wajah kehitam-hitaman dan
tampak sangat buruk, kemudian tubuhnya yang indah dan menggairahkan itu
dianggap seperti suatu penyakit yang menular yang dapat mengakibatkan badanmu
membusuk dan hancur, atau bagaikan tubuh yang digerogoti oleh ulat disana-sini
dan sangat mengerikan. Bisa berpikir demikian hawa nafsu akan menjadi padam
bagaikan mendapat siraman es yang dingin]”.
Lalu
sambil tersenyum dia melanjutkan lagi, “Saya amat memuji ajaran-ajaran dari
biksu tua itu, sehingga tak berani melupakannya. Tadi begitu melihat
parasmu yang cantik, saya menjadi tertarik, namun saat itu juga saya mencoba
ajaran biksu tua itu, langsung perasaan ini dingin seketika”.
“Jika
kamu dapat menjaga kesucian dirimu sampai selamanya, itulah suatu perbuatan
yang mulia, namun sebaliknya, kamu yang hanya melihat ketampanan diriku saja
tidak dapat menahan diri lagi. Apabila kamu dapat berpikir seperti saya, mana
ada gairah cinta? Lagipula mertuamu telah lanjut usia dan anakmu masih kecil,
apabila kamu berselingkuh dan pergi bersamaku, mertua dan anakmu bagaimana
jadinya?”

“Ada
lagi seorang nyonya bangsawan yang dengan pecahan cermin, melukai sepasang
matanya sendiri”.
“Masih
banyak lagi wanita-wanita yang menjaga kesuciannya dengan cara yang unik, ada
yang menjatuhkan diri ke lubang tinja, ada yang bunuh diri, ada yng
berpura-pura gila dan bisu, mereka semua melakukan hal itu hanya untuk menjaga
kesucian diri dan takut dinodai”.
Janda
muda mendengar itu semua merasa berterima kasih dan terharu hatinya, lalu
sambil meneteskan air mata, dia berkata, “Terima kasih atas budi besar dari
tuan penolong, anda bukan hanya menjaga kesucian diriku, bahkan juga
mengajariku cara mengendalikan hawa nafsu ini, mulai saat ini, hatiku bagaikan
batu kumala yang berusia ratusan tahun dan juga seperti sumur tua yang airnya
bersih. Dengan hati yang teguh saya akan menjaga kesucian diri demi untuk
membalas budi Tuan penolong”.
Setelah
memberi hormat kepada Jen Cie, dia berkata lagi, “Masalah ini harap jangan
disebarluaskan lagi”. Lalu dengan cepat dia meninggalkan tempat itu.
Jen
Cie membuat sajak yang berbunyi,
“Dunia yang indah dan penuh dengan warna-warni,
Aku menzinahi istri orang, istriku dizinahi orang lain,
Disaat nafsu birahi muncul, kenanglah almarhum istri,
Tubuh yang dipenuhi dengan ulat, lenyaplah nafsu itu”.
Dikemudian
hari, janda muda itu menjadi terkenal karena senatiasa menjaga kesucian dirinya
dan Jen Cie menjadi perdana mentri dinasti Thang. Ini semua didapatkan dari
keteguhan membina diri yang tidak pernah berubah.
Tuan
Chiu Yong Ik membuat sajak pujian,
“Menjaga diri dan berprinsip menghindari jodoh yang buruk,
Dapat menasehati janda untuk teguh menjaga kesucian,
Berbuat hal yang gemilang dengan pantang berzinah,
Meninggalkan nama harum dan mengharukan Tuhan”.
Nasehat Hidup
Jumat, 03 Agustus 2012
Senin, 23 Juli 2012
Langganan:
Komentar (Atom)